disusun oleh Egi Septiana pada Proposal Skripsi PGSD tahun 2020
Blended learning adalah salah satu solusi yang bisa dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran. Menurut Thorne (dalam Sjukur, 2012: 370) blended learning adalah kesempatan untuk mengintegrasikan inovasi dan teknologi yang ditawarkan oleh pembelajaran daring dengan interaksi dan partisipasi pembelajaran konvensional. Kegiatan blended learning ditandai dengan menggabungkan pembelajaran konvensional dan daring. Penggabungan pembelajaran disesuikan dengan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
Pada awalnya istilah Blended learning digunakan untuk menggambarkan pembelajaran yang mencoba untuk menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran online. Konsep blended learning pun mulai berkembang dengan adanya beberapa ahli yang mengembangkan dan mendefinisikan model Blended learning. Blended learning gabungan 2 istilah Bahasa Inggris, yaitu: blended dan learning. Kata blend artinya campuran, sedangkan learn yang artinya belajar. Makna dasar sebenarnya mengandung belajar campuran, sehingga dapat dikatakan pembelajaran yang mengunakan berbagai macam cara. Para ahli sepakat bahwa istilah blended learning merupakan perpaduan pembelajaran secara konvensional dan daring. Semler dalam Husamah dalam Wicaksono (2017:515) bahwa blended learning mengkombonasikan ranah terbaik dari pembelajaran daring, aktivitas tatap muka terstruktur, dan praktek dunia nyata.
Blended learning adalah istilah dari pencampuran antara model pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan secara face to face dengan model pembelajaran berbasis internet yang biasa dikenal dengan istilah e-learning (Uno, 2011). Garrison (2004) dalam (Kaur, M, 2013) juga menyatakan bahwa Blended learning merupakan kombinasi yang efektif dengan berbagai model penyampaian, model pengajaran dan gaya pembelajaran yang dapat dilakukan dalam lingkungan belajar yang interaktif pada pembelajaran online (elearning) dan pembelajaran tatap muka. Sehingga model ini dapat diterapkan pada mata pelajaran apa pun. Model Pembelajaran Blended Learning adalah istilah dari pencampuran antara model pembelajaran konvensional yang biasa dilakukan secara face to face dengan model pembelajaran berbasis internet yang biasa dikenal dengan istilah e-learning (Uno, 2011). dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Seeking Information, adalah pencarian informasi dari berbagai sumber yang tersedia secara online maupun offline.
b. acquisition of Information, aktifitas pembelajaran berupa proses menemukan, memahami, dan menghubungkan dengan ide, gagasan yang telah ada dalam pikiran maupun menghubungkan dengan kondisi lingkungan sekitar. Sampai siswa mampu mengkomunikasikan kembali ide-ide dan hasil interprestasinya menggunakan fasilitas online/offline.
c. sythesizing of knowledge, mengkontruksi atau merengkontruksi pengetahuan melalui proses asimilasi dan akomodasi bertolak dari hasil analisis, diskusi, dan perumusan kesimpulan dari informasi yang diperoleh. Kemudian siswa mengkomunikasikannya menggunakan fasilitas online/offline.
Gambar tabel:
Gambar1 :https://sibatik.kemdikbud.go.id/inovatif/assets/file_upload/pengantar/pdf/pengantar_3
Blended learning marak dibicarakan dan digunakan sejak pandemi covid 19 melanda. Di Indonesia sendiri Blanded learning dianggap menjadi model pembelajaran yang efektif digunakan guru dalam melaksanakan pembelajaran disaat interaksi langsung dikelas menjadi terbatas. Blended learning sebagai kombinasi karakteristik pembelajaran tradisional dan lingkungan pembelajaran elektronik atau Blended learning. menggabungkan aspek Blended learning (format elektronik) seperti pembelajaran berbasis web, streaming video, komunikasi audio synchronous dan asynchronous dengan pembelajaran tradisional “tatap muka”.
Kegiatan blended learning memiliki kelebihan menurut Husamah (2013: 231) 1) Pembelajaran terjadi secara mandiri dan konvensional yang keduanya memiliki kelebihan yang dapat saling melengkapi; 2) Pembelajaran lebih efektif dan efisien; 3) Meningkatkan aksesabilitas; 4) Peserta didik leluasa untuk mempelajari materi pelajaran secara mandiri dengan memanfaatkan materi-materi yang tersedia secara daring; 5) Peserta didik dapat melakukan diskusi dengan pengajar atau peserta didik lain di luar jam tatap muka; 6) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam tatap muka dapat dikelola dan dikontrol dengan baik oleh pengajar; 7) Pengajar dapat menambahkan materi pengayaan melalui fasilitas internet; 8) Pengajar dapat meminta peserta didik untuk membaca materi atau mengerjakan tes yang dilakukan sebelum pembelajaran; 9) Pengajar dapat menyelenggarakan kuis, memberikan balikan, dan memanfaatkan hasil tes secara efektif; 10) Peserta didik dapat saling berbagi file atau data dengan siswa lain; 11) Memperluas jangkauan pembelajaran/pelatihan; 12) Kemudahan implementasi; 13) Efisiensi biaya; 14) Hasil yang optimal; 15) Menyesuaikan berbagai kebutuhan pembelajaran; dan 16) Meningkatkan daya tarik pembelajaran. Kelebihan ini dapat dimanfaatkan oleh guru, siswa dan wali murid.
Secara spesifik dalam jurnal yang berjudul Pengaruh Blended Learning terhadap Motivasi Belajar dan Hasil Belajar Siswa Tingkat SMK Profesor Steve Slemer menyarankan enam tahapan dalam merancang dan menyelenggarakan blended learning agar hasilnya optimal, diantaranya adalah (1) tetapkan macam dan materi bahan ajar, (2) tetapkan rancangan blended learning yang digunakan, (3) tetapkan format on-line learning, (4) lakukan uji terhadap rancangan yang dibuat, (5) selenggarakan blended learning dengan baik, dan (6) siapkan kriteria evaluasi pelaksanaan blended learning (Sjukur, 2012).
Sistem Pembelajaran pada Blended learning bersifat fleksibel karena Siswa dapat mengkontrol aktivitas belajar sesuai waktu (time), tempat (place), jalur (path) dan kecepatan (pace) sehingga mahasiswa memiliki kesempatan lebih banyak untuk berinteraksi dengan dosen dan mahasiswa saat proses pembelajaran di kelas. pada pembelajaran dengan blended learning dapat dilaksanakan pada 3 situasi lingkungan yaitu, F2F synchronous di ruang kelas tradisional (waktu yang sama / tempat yang sama), F2F synchronous di ruang kelas virtual langsung melalui e-learning (waktu yang sama / berbeda tempat) dan asynchronous (waktu yang berbeda / tempat yang berbeda) melalui e-learning. Percampuran dari 3 situasi ini memberikan keuntungan pada pembelajaran blended learning dibandingkan dengan pembelajaran tradisional di kelas atau jarak jauh secara online saja.
Kenney & Newcombe (2011:49) dalam Yane Hendarita, menyatakan bahwa dalam pembelajaran blended learning memiliki komposisi 30% untuk tatap muka dan 70 % dari penayangan materi secara online. Dari pendapat tersebut diketahui bahwa blended learning tepat digunakan bagi sekolah dalam pelaksanaan pembelajaran dimasa covid 19. Dimana pertemuan tatap muka yang dilakukan diminimalisir, bahkan guru dapat memodifikasikannya agar protocol kesehatan tetap terjaga, seperti pembelajaran tatap muka dilakukan persiswa dengan home visit, atau dengan mengkelompokan 5 siswa pada satu tempat untuk melakukan interaksi langsung.